Top Brand: Barometer Kekuatan Merek

Marketing.co.id – Top Brand memberikan arti penting bagi kompetisi merek di pasar. Banyak sekali merek-merek yang tadinya populer kemudian lambat laun turun, bahkan hilang dari peredaran. Dinamika merek-merek di pasar menunjukkan bahwa kompetisi antarmerek di pasar semakin tinggi. Bukan hanya sesama kategori produk, namun juga dengan kategori produk lainnya. Sementara, pemilik merek dihadapkan pada biaya membangun merek yang semakin tinggi, diimbuhi dengan tuntutan akuntabilitas dalam bentuk return on investment suatu merek telah menambah kerumitan menentukan ukuran kesuksesan merek baik dilihat dari sisi finansial maupun persepsi masyarakat.

Tidak dipungkiri, investasi untuk membangun merek sangat besar sehingga para pemilik merek membutuhkan sebuah ukuran kesuksesan sebuah merek di pasar. Top Brand mampu memberikan ukuran kesuksesan sebuah merek di pasar melalui tiga pengukuran dimensi. Ketiga pengukuran dimensi tersebut adalah top of mind (TOM) dengan bobot 40%, last usage (LU) dengan bobot 30%, dan future intention (FI) dengan bobot 30%. Ketiga dimensi ini bisa dikatakan mampu memberikan gambaran secara cepat tentang kondisi merek di pasar. TOM mencerminkan seberapa dikenal merek oleh khalayak luas, LU menunjukkan seberapa besar penetrasi merek di khalayak luas, dan FI menunjukkan seberapa menarikkah sebuah merek bagi khalayak luas di masa datang. Ketiga dimensi mampu mendiagnosis kondisi merek dengan lebih cepat.

Dasar pengukuran Top Brand adalah perilaku pelanggan. Ini terlihat dari tiga dimensi Top Brand, pelanggan tahu, pelanggan menggunakan, dan menjadi pilihan di masa datang. Jadi, Top Brand menyajikan gambaran jelas atas hasil aktivitas merek seperti iklan, event, public relation terhadap perubahan perilaku pelanggan. Sehingga bagi merek-merek yang tidak termasuk Top Brand bukan berarti merek tersebut tidak kuat, bukan juga secara penjualan tidak memiliki kinerja yang baik, demikian juga sebaliknya.

Perlu diakui bahwa perkembangan BritaAma di kategori tabungan memang menunjukkan keseriusan BRI untuk mengembangkan produk urban. Berdasarkan data ADEX September 2010, BritAma telah mengucurkan dana sekitar Rp 85,184 miliar. Lambat namun pasti BRI sukses menempatkan merek BritAma sebagai merek Top Brand di urutan nomor tiga di tahun 2010, kemudian masuk urutan ke dua di tahun 2011. Kesuksesan ini tidak terlepas dari kerja keras tim Marketing Communication BRI untuk mendudukkan BritAma sebagai tabungan masyarakat kota. Namun demikian, apakah ini menunjukkan kekuatan merek BritAma? Bila kita lihat lebih mendalam dari data Top Brand, BritAma memiliki rasio FI dibandingkan LU di bawah satu, artinya BritAma belum dipandang sebagai merek pilihan di masa datang.

Kemudian Taplus BNI juga mengalami hal yang sama. Padahal berdasarkan data ADEX 2010, BNI Taplus telah mengucurkan dana sekitar Rp 90,977 miliar sampai bulan September 2010. Secara konsisten rasio future intention dibandingkan last usage dalam tiga tahun terakhir masih di bawah satu. Kemudian, apa yang harus dilakukan oleh BritAma dan BNI Taplus? Tentu pemilik kedua merek ini harus melakukan diagnosis merek lebih detail terhadap mereknya, apa yang menyebabkan BritAma dan BNI Taplus belum dijadikan merek pilihan di masa datang. Kita juga bisa melihat bahwa tabungan Danamon tidak masuk dalam jajaran Top Brand, namun bila dicermati rasio FI dibandingkan LU di atas satu. FI merupakan sebuah ukuran perilaku pelanggan terhadap sebuah merek.

Menarik untuk mengkaji grafik Top Brand pada kategori pembalut wanita. Sampai tahun 2008, Softex berhasil mendudukkan mereknya di posisi kedua setelah Laurier. Softex berhasil mendapatkan Top Brand, namun bila dicermati, rasio FI dibandingkan LU di bawah satu sejak tahun 2005 hingga saat ini. Sebaliknya dengan Charm yang justru memiliki rasio di atas satu sejak tahun 2005. Sehingga tidak mengherankan jika Charm mampu menyusul Softex di tahun 2009 hingga tahun 2011 .

Pergerakan Charm bila dipetakan memang sangat terlihat pada tahun 2006, berikut peta pergerakan merek Charm.

Pada tahun 2006 (sesuai ketersediaan data), Charm memang menjadi merek yang baru tumbuh. Ini terlihat dari rasio antara LU dibandingkan dengan TOM di atas satu, artinya lebih banyak konsumen yang memakai daripada yang tahu Charm. Kita lihat pergerakan Charm perlahan-lahan mampu menyandingkan mereknya sejajar dengan Laurier walaupun Charm baru berhasil mendapatkan FI tahun 2006 di urutan ketiga. Sebaliknya dengan Softex, pergerakan mereknya relatif tidak berkembang. Sehingga pekerjaan rumah Softex sungguh sangat berat ketika Softex berambisi untuk merebut posisinya kembali karena merek ini harus digeser ke kiri atas sebagai bagian dari rejuvinasi merek Softex. Kemudian, sebagai target kedua merek Softex harus digeser ke kanan atas sebagai hasil dari keberhasilan merejuvinasi mereknya.

Perlu diakui bahwa data Top Brand memang sangat menarik untuk dianalisis lebih mendalam sehingga kita mampu memprediksi pergerakan lawan juga menentukan arah pengembangan merek. Perlu digarisbawahi bahwa perlu sebuah seni untuk menganalisis hasil Top Brand, sehingga data-data Top Brand mampu dijadikan barometer kekuatan merek.

R. Pradopo, Head of Marketing Knowledge
Frontier Consulting Group

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.