Trade Marketing

Di tengah kondisi krisis seperti ini dibutuhkan kombinasi optimum cara mendekati, menimbulkan demand dan interest, baik untuk kategori produk maupun terhadap merek. Diperlukan strategi untuk menggunakan beberapa media dan medium yang dapat saling mensinergikan dampak untuk mencapai tujuan pemasaran. Strategi inilah yang disebut Integrated Marketing Communications (IMC). Penggunaan IMC tidak harus selalu menambah besarnya bujet pemasaran. Belum ada bakuan tentang besaran persentase yang ditetapkan untuk setiap medium dan media. Hal ini sangatlah bergantung dari tujuan yang akan dicapai.

Trade Marketing adalah salah satu jenis medium yang dapat digunakan alam IMC. Harus ada alasan jelas menggunakan medium ini dan alasan kuat meningkatkan porsi bujetnya. Pada saat banyak produk baru bermunculan di pasaran, maka saat tepat untuk mengingatkan para pedagang akan keberadaan merek kita di pasar melalui Trade Marketing (TM). Kemudian pada saat selling-in dan selling-out mulai melemah alias ketika penjualan mulai menurun, gunakan kombinasi TM untuk meningkatkan sales. Kenyataannya, kedua hal ini tak pernah berhenti menjadi isu bagi marketer, sehingga memang penggunaan TM merupakan sebuah medium yang sudah menjadi keharusan.

Untuk lebih mengetahui bentuk TM apakah yang paling efektif, sebaiknya perlu dibicarakan dengan distributor kita. Tentunya dengan melihat apa yang ada sekarang yang sedang dilakukan oleh pesaing-pesaing. TM yang efektif semestinya juga mempunyai respons secara langsung yang efektivitasnya dapat diukur, yakni selling-in dan selling-out yang naik. Jadi, ketika membuat TM, pertimbangkan kedua hal ini: selling-in dan selling-out objective. Buat sebuah program yang mampu meningkatkan selling-in sekaligus meningkatkan selling-out. Yang sering dijumpai, marketer hanya berhenti membuat program meningkatkan selling-in saja.

Dari peningkatan selling-in dan selling-out inilah dapat dihitung secara bottom up kebutuhan bujet melakukan TM. Pertanyaan yang lebih bersifat top down, ditentukan persentasenya baru disesuaikan dengan keadaan. Sedangkan saran yang saya berikan lebih bersifat bottom up, mulailah dengan ”kebutuhan dan tujuan”. Akhirnya, gunakan top down approach sebagai kontrol sedangkan bottom up sebagai sebuah ”necessity”. (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.