Wacana Pengawasan Bank Diserahkan Kembali ke BI, ini Tanggapan KADIN dan HIPMI

Marketing.co.id – Berita Ekonomi | Kondisi perekonomian negara cukup memprihatinkan sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada triwulan pertama tahun 2020, khususnya keuangan negara. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) pun mulai mempertimbangkan untuk mengeluarkan “dekrit darurat” untuk mengembalikan regulasi perbankan ke kewenangan bank sentral, karena ketidakpuasan terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama mengatasi dampak pandemi Covid-19.

Editorial credit: herukru / Shutterstock.com

Menjawab isu tersebut, tanggapan dilontarkan oleh Suryani Motik, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bidang Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR). Ia mengatakan, dirinya mendapat banyak sekali keluhan mengenai OJK yang disampaikan melalui Kadin Indonesia.

“Lambat dalam persetujuan penambahan modal, lambatnya persetujuan Pergantian direksi yang bisa 6-8 bulan lamanya. Sering mengeluarkan surat edaran yang biasanya belum diterapkan tapi sudah muncul lagi yang baru. Fasilitas dan gaji yang mereka dapatkan bagai hotel bintang 5, tapi layanan yang diberikan bak hotel melati tanpa bintang,” ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani Sidik Motik di Jakarta (6/7).

Pengusaha yang sering disebut sebagai salah satu srikandi UMKM tersebut menambahkan, bahwa jika OJK melaksanakan fungsi pengawasannya dengan baik, tidak mungkin terjadi banyak keluhan dan kasus. Selain itu, Suryani menambahkan, bahwa OJK kurang pro terhadap prospek industri keuangan di Indonesia.

“Kalau fungsi pengawasan jalan, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera harusnya sudah selesai dan kasus Jiwasraya tidak terjadi. OJK juga kami nilai kurang proaktif mengatur industri keuangan berbadan hukum seperti Koperasi Simpan Pinjam, padajal omzetnya triliunan. Belum lagi dalam penertiban fintech,” tambahnya

Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira turut memberikan tanggapannya terhadap wacana tersebut. Ia mengatakan, bahwa dalam kondisi pandemi seperti ini memang kondisi bisnis jasa keuangan menghadapi situasi yang sulit.

“Kami melihat perlu adanya sense of crisis dari OJK, mengenai wacana yang muncul perlu ditanggapi secara seksama dan perlu kehati-hatian jangan sampai juga melahirkan masalah baru, namun saya juga menilai OJK perlu lebih berhati-hati dan mementingkan kepentingan nasional dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada,” jelas Anggawira.

Awalnya pengawasan perbankan nasional memang berada di bawah  kendali Bank Indonesia. Namun kemudian diambil alih OJK setelah pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

OJK sendiri saat ini masih fokus merestrukturisasi kredit dan pemulihan ekonomi nasional. Bersama dengan pemerintah (Kementerian Keuangan), Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam  ruang Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), OJK turut serta dalam kebijakan stimulus perekonomian nasional untuk menangani dampak Covid-19.

“Di situasi sulit saat ini kami rasa beberapa kebijakan OJK malah membuat menjadi agak kompleks. Seharusnya OJK dapat bertindak lebih sensitif, Apalagi biaya operasionalnya sendiri mengutip dari setoran lembaga keuangan yang mayoritas sedang mengalami krisis,” tutup Anggawira.

Marketing.co.id | Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.