Win Back

Krisis ataupun tidak jadi krisis, setiap perusahaan kini semakin berat kehilangan pelanggan. Dalam situasi normal pun perusahaan tidak berkeinginan kehilangan pelanggan. Apalagi pada saat krisis, mungkin tak sedikit pun keinginan membiarkan pelanggan pergi. Kecuali pelanggan Anda benar-benar merugikan, dan Anda terpaksa “memecat” mereka.

Masalahnya tidak ada yang tahu kapan pelanggan Anda pergi. Bahkan pada saat mereka selalu menyatakan bahwa mereka setia kepada Anda, tidak ada yang menduga bahwa mereka sudah bersiap mengangkat koper.

Dan percayalah, hampir tidak ada perusahaan yang benar-benar siap menghadapi pelanggan pergi. Persis seperti Anda yang tidak siap pada saat pacar Anda memutuskan hubungan pada malam itu. “Älmost nobody is prepared to correct the mistakes immediately after the customer decides to cancel the company service,” kata Martha Rogers, ahli customer loyalty.

Pada saat dooms day itu, apa yang dilakukan oleh customer service Anda? Tindakan pertama adalah bertanya kenapa Anda memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan perusahaan. Tindakan kedua adalah mencari-cari cara untuk menyulitkan pelanggan Anda pergi. “Tidak ada situasi yang lebih menyebalkan dibandingkan situasi di mana Anda memutuskan untuk tidak lagi berlangganan sesuatu,” kata isteri saya pada saat tidak memperpanjang keanggotaan kartu kredit.

Tidak seperti pada saat pelanggan Anda mendapatkan pre-approval dan semua data Anda dengan sukarela diisi oleh para agen. Kini pelanggan Anda harus menghadapi situasi yang penuh birokrasi. Surat yang harus ditandatangani sendiri, membeli materai sendiri untuk surat pernyataan dan kadang si customer service tiba-tiba amnesia untuk memproses permintaan berhenti pelanggan. Dimarahi sang boss karena pelanggan pergi mungkin lebih mengerikan dibandingkan dimarahi pelanggan yang merasa dipersulit.

Studi Griffin menunjukkan setengah perusahaan di Amerika yang disurvei memang tidak punya pengetahuan dan bahkan sistem untuk mendeteksi kehilangan pelanggan. Bahkan perusahaan tidak memiliki anggaran untuk menjalankan “customer win back”. Padahal, semua mengangguk untuk mengakui kecemasan yang sama akan kehilangan pelanggan.

Akibatnya, pelanggan Anda harus menghadapi situasi yang mencekam. Mereka takut untuk berhenti berlangganan. Mulai dari customer service yang menyudutkan argumentasi pelanggan untuk pindah sampai para petinggi perusahaan yang turun gunung dan melakukan kunjungan mendadak. Pun mereka akan belutut dan memohon-mohon supaya pelanggan jangan pindah. Apakah mereka akan simpati pada mereka atau justru jadi takut?

Customers need solution! Mencoba mencarikan solusi adalah langkah cepat pada saat pelanggan Anda berniat mengembalikan cincin perkawinan. Sejauh tidak melewati batas kemampuan perusahaan, ada seribu satu jalan untuk menyelamatkan hubungan Anda dengan pelanggan. Kalaupun sulit mendapatkan mereka kembali, paling tidak sedikit isi kantong mereka masih ada di pihak Anda. Dengan demikian Anda masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan cinta mereka lagi.

Kalau perlu perusahaan membuat atau memiliki solution center yang berisi orang-orang yang bisa memberikan personal assurance pada saat pelanggan-pelanggan terbaik Anda minta bercerai. Mereka akan bertanya apa yang diinginkan pelanggan pada situasi “talak” tersebut dan langsung membuat solusi cepat. Di tangan mereka ada skrip yang berisi statement-statement yang meyakinkan dan meningkatkan kepercayaan pelanggan. Mulai dari yang memotivasi sampai (kalau perlu) begging statement.

Tapi, yang lebih penting adalah menyiapkan action plan untuk menyelamatkan hubungan dengan pelanggan. Action lebih bermanfaat dibandingkan kata-kata! Sejauh mana kerelaan Anda untuk menyelesaikan masalah, itulah yang dilihat oleh pelanggan. Sekalipun… jangan kaget… mereka sebenarnya sudah siap 99% untuk pindah ke kompetitor! Sebaik-baiknya rencana Anda kadang kala koper mereka sudah keburu masuk bagasi. Rencanakanlah penerbangan mereka untuk kembali ketimbang memaksa mereka untuk tetap tinggal.

Makanya, jauh sebelum itu semua terjadi, kejadiannya akan bermula pada saat Anda bertemu pelanggan Anda pertama kali. Apakah Anda telah melihatnya sebagai sosok yang berharga di mata Anda? Apakah Anda sudah menata mereka pada kelompok high risk customer atau low risk customer? Semakin mahal pelanggan Anda, semakin tinggi nilai risiko kehilangan mereka. Karenanya, mengelola portofolio pelanggan itu sangat penting. Semakin high risk mereka, bersiap-siaplah dengan strategi win back sejak dini. Karena hanya Tuhan dan pelanggan yang tahu kapan mereka bercerai dengan Anda! (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.