Zero Rupiah Economy

Kita menggunakan email dengan fasilitas dari Yahoo atau Google dan kita mengakses Facebook atau YouTube dengan tanpa membayar. Bahkan banyak diantara kita yang menggunakan Skype untuk percakapan telepon antar negara tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun. Lalu, tentunya kita berpikir, bagaimana perusahaan-perusahaan ini dapat mencetak laba? Buktinya, beberapa perusahaan ini sangat luar biasa labanya atau paling tidak memiliki kapitalisasi pasar yang besar. Ini mencerminkan keyakinan investor akan kemampuan perusahaan-perusahaan ini untuk mencetak laba. Bahkan tidak tanggung-tanggung, di tahun 2007/ 2008, laba Google, lebih besar dari semua laba perusahaan airline Amerika dijadikan satu.

Kita memasuki era dimana banyak produk dan jasa ditawarkan secara gratis. Bagi para marketer, tentunya menjadi sangat menarik untuk mempelajari, bagaimana menciptakan penjualan dan laba dengan menawarkan produk dan layanan yang gratis ini.

Istilah free dalam bahasa inggris, memiliki makna yang lebih baik. Free dalam bahasa inggris ini, sekaligus mempunyai 2 makna yaitu freedom atau kebebasan dan gratis. Dalam bahasa Indonesia, akhirnya memiliki 2 terjemahan. Freedom memiliki makna bahwa konsumen telah diberikan kebebasan atas resiko kerugian. Gratis lebih berkonotasi sebagai suatu trik atau siasat yang mempunyai tujuan lain yang tersembunyi. Untuk selanjutnya, saya akan menggunakan kata gratis yang mewakili 2 makna ini.

Berbagai Bentuk Gratis

Di masa lalu, yang namanya gratis adalah lebih banyak sebagai gimik atau bagian dari promosi penjualan. Perusahaan memberikan gratis kepada konsumen untuk mencoba produk mereka. Demikian pula, banyak perusahaan memberikan sesuatu yang gratis apabila mereka membeli produk tertentu. Misalnya, konsumen yang membeli komputer, kemudian mendapatkan gratis sebuah printer. Konsumen yang membeli sebuah kamera digital, kemudian mendapatkan gratis sebuah USB.

Praktek free sampling, free trial dan free product ini sudah sangat lama. Bahkan mungkin sekitar 3 abad yang lalu, beberapa perusahaan sudah pernah melaporkan aktifitas promosi penjualan dengan memberikan sesuatu yang gratis. Kalau kita ke pusat perbelanjaan, maka akan banyak Sales Promotion Girls yang menawarkan produk yang gratis, bisa berupa makanan, minuman, shampoo, rokok atau barang-barang lainnya.

Gratis sebagai sebuah promosi penjualan, relatif mudah dipahami. Pengorbanan sebuah produk tertentu, akan ditutup dengan penjualan dari produk lain yang mungkin jauh lebih berharga dibandingkan dengan produk lainnya yang harus dibeli oleh konsumen. Jadi, ada subsidi dari satu produk ke produk lainnya. Bila dijumlahkan, maka perusahaan tetap untung karena kenaikan dari produk yang satu, bisa menutup biaya produk yang diberikan gratis ke konsumen.

Bentuk gratis di era digital ini, jauh lebih mencengangkan dan memerlukan strategi yang lebih kompleks. Mereka memberikan gratis sesuatu yang berharga. Mereka memberikan gratis dari produk yang sebelumnya, konsumen harus membayar. Mari, kita lihat berbagai model penawaran bisnis yang mengandalkan gratis ini.

Pertama, bentuk lain dari penawaran gratis adalah karena ada pihak lain yang membayar. Yang paling dapat dilihat adalah bisnis media. Sebagai konsumen, kita sering mendapatkan koran gratis. Kita mendapatkan majalah gratis seperti majalah Info Gading di Jakarta. Kita juga menonton siaran televisi secara gratis. Bagaimana perusahaan ini memperoleh pendapatannya? Sudah pasti, salah satunya karena dari iklan. Perusahaan memasang iklan kepada media dan media memperoleh pendapatan dan labanya.

Yang lebih mengejutkan konsumen tentunya adalah semua bentuk gratis yang disediakan oleh media digital. Kita sungguh merasakan manfaatnya. Betapa berharganya mendapatkan informasi melalui Google. Betapa hebatnya Facebook mampu menghubungkan kita dengan begitu banyak teman. Betapa menyenangkan kita bisa melihat berbagai video yang aneh, lucu dan bermanfaat dari YouTube. Hidup kita juga dipermudah dengan adanya Wikipedia. Dulu, kita membeli dengan harga jutaan untuk kamus seperti Britanica.

Jelas, ini adalah gratis yang memberikan nilai. Nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memberikan dalam bentuk gimik. Konsumen merasa, gimik adalah siasat untuk meraup keuntungan. Tetapi, semua media digital ini, memberikan gratis tanpa iming-iming dan tidak ada agenda tersembungi untuk membayar di kemudian hari.

Apakah benar-benar gratis? Bukankah kita sering mendengar bahwa tidak akan free lunch di masa kini dan di masa mendatang? Jawabannya, memang benar. Tidak benar-benar gratis bila kita melihat dari perspektif lain. Sebenarnya, konsumen diberikan gratis tetapi perusahaan juga mendapatkan sesuatu dari konsumen tersebut. Bentuknya memang tidak dalam bentuk uang, tetapi bisa dalam bentuk waktu atau keterlibatan. Kita membaca media, akhirnya kita memberikan reputasi kepada media tersebut. Semakin banyak konsumen yang loyal, akhirnya menjadi ekuitas bagi perusahaan. Jumlah dan kualitas konsumen yang mereka peroleh, akhirnya bisa dijual kepada pihak lain yaitu mereka yang memasang iklan.

Jadi, konsumen yang membayar gratis ini memiliki harga. Karena kehadiran dan keterlibatan mereka, bisa dijual kepada pihak lain yang bisa memanfaatkan. Reputasi dan ekuitas pelanggan inilah yang membuat Google dengan mudah mendapatkan uang dari para pengiklan. Reputasi dan konsumen yang loyal inilah yang membuat Wikipedia bisa membuat buku dan banyak dibeli oleh banyak orang.

Kedua, model bisnis lainnya dari gratis ini adalah masalah waktu. Perusahaan memberikan gratis hari ini untuk sesuatu yang basic. Mereka membiarkan konsumen mendapatkan manfaatnya hingga benar-benar menyukai produk tersebut. Pada akhirnya, mereka dengan senang hati untuk membayar semua tambahan atau layanan premium. Model seperti ini, sudah banyak sekali dipraktekkan oleh produk piranti lunak. Mereka memberikan untuk produk versi pertama yang tidak banyak fiturnya. Di kemudian hari, mereka menjual produk fitur dan layanan yang lebih canggih. Inilah bisnis modelnya dari Skype. Kita menggunakan secara gratis untuk fasilitasnya saat ini. Bila sebagai konsumen Anda puas, maka perusahaan menawarkan layanan yang premium. Untuk hal ini, maka harus membayar ekstra.

Jadi, secara umum, terdapat 3 model bagaimana perusahaan yang memberikan gratis, mampu memperoleh penjualan dan laba. Semuanya ini, adalah hasil dari subsidi baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya. Pertama, sebuah produk memberikan subsidi untuk produk lain yang diberikan gratis. Seperti yang sudah saya tulis di atas, ini adalah bentuk dari gimik dan sudah menjadi praktek para marketer sejak dulu. Kedua, adalah subsidi dari pihak lain. Ini bisa dari pelanggan lain atau bisa dari pihak lain seperti pemasang iklan. Ketiga, subsidi dari masalah waktu. Pelanggan yang sama, akan bersedia untuk membayar saat membutuhkan layanan premium atau ekstra.

Di masa mendatang, kita akan semakin dikejutkan dengan berbagai bentuk gratis lainnya. Mungkin kita menikmati untuk terbang dengan maskapai gratis. Suatu saat, kita akan menggunakan seluler secara gratis. Kita bisa memperoleh DVD secara gratis. Bahkan, bukannya tidak mungkin, suatu saat, kita bisa mendapatkan komputer dan berbagai alat elektronik secara gratis. Bagaimana semuanya mungkin ?

Gilder di tahun 1990, melalui bukunya Microcosm telah membuat prediksi, bahwa efisiensi akan semakin mudah dicapai. Biaya produksi akan semakin cepat turun di masa mendatang. Yang lebih terbukti kebenarannya adalah Moore’s Law yang menyatakan bahwa prosesor akan memiliki kecepatan 2 kali untuk setiap 18 bulan dan biayanya hanya 50% untuk setiap 2 tahun. Bahkan, untuk teknologi yang berhubungan dengan broadband dan storage, kecepatan penurunannya, bisa jauh lebih cepat. Broadband bisa lebih murah 50%, dalam waktu kurang dari 2 tahun.

Inilah yang harus dicermati oleh pelaku bisnis dan para marketer. Lihatlah industri dimana Anda saat ini berada di dalamnya. Bila penurunan biaya produksi telah berjalan cepat, hati-hati lah. Sangatlah mungkin, suatu saat, akan ada pemain baru atau pesaing Anda yang kemudian menawarkan produk atau layanan yang sama, dengan harga Rp 0. Kita memasuki zero rupiah economy. Beruntung, di belakangnya, ada marketer yang tetap saja bisa membuat perusahaan meraih untung, Hebatnya, bisa untung lebih banyak bila dibandingkan bila produknya dijual dengan harga tertentu. (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.