Luna…, Luna

Sekali lagi, penelanjangan publik terhadap seseorang terjadi. Media dalam berbagai bentuknya telah menjadi alat untuk menelanjangi habis-habisan seorang brand endorsement terbaik di Indonesia.

Kasus yang satu ini terjadi karena yang bersangkutan memang ketahuan telanjang di depan publik. Video porno yang kabarnya mirip dengan dia beredar luas di internet. Masyarakat yang begitu haus melihatnya telanjang akhirnya menyerbu situs-situs yang bisa mengakses dan mengunduh video tersebut. Dalam tiga hari, 200 ribu orang kabarnya mengunduh video tersebut. Khususnya situs-situs seperti Rapidshare yang bisa mengunduh video berkapasitas besar, kebanjiran pengunjung dari Indonesia. Demikian halnya dengan YouTube, sekalipun akhirnya banyak yang kecewa karena YouTube sudah buru-buru memproteksi video tersebut.

Tangan jahil yang menyebarkan video tersebut telah melakukan product launching yang sukses! Jarang ada produk yang di-launching dan langsung mendapat sambutan demikian besar dibandingkan yang satu ini. Semua kalangan memperbincangkannya, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, mulai dari direktur perusahaan sampai pembantu rumah tangga. Mulai dari warga negara Indonesia, sampai warga negara asing.

Selebritis di dalamnya memang merupakan kunci mengapa video ini sukses mendapatkan perhatian publik. Bahkan, seorang presiden pun sampai-sampai mendiskusikannya di depan publik. Kisah Ariel-Luna dan Ariel-Cut Tari seolah menggambarkan sequel cerita yang terus berlanjut. Seperti sebuah iklan 30 detik yang diakhiri dengan kata-kata, “Who’s next?”, konsumen jadi ingin tahu siapa yang menjadi pasangan Ariel berikutnya. Gosip sudah beredar, ada sekitar 20 orang lagi yang akan menjadi pasangannya.

Luna adalah brand endorser yang terbaik saat ini. Sudah dua tahun ini, Majalah MARKETING tidak mengadakan survei marketing celebrity image. Dulu, hampir setiap tahun kami melakukannya. Sekadar ingin mencari tahu positioning dari artis-artis Indonesia, terkait dengan kepribadian dari produk yang dibawakannya. Ada artis yang tergolong pintar, cantik, enerjik, idola remaja, dan lain-lain.

Jika dilakukan sekarang, saya yakin Luna Maya tergolong artis yang cantik dan pintar, mengikuti bintang-bintang yang pernah menduduki posisi ini, seperti Krisdayanti, Tamara Bleszynski, Deasy Ratnasari, dan lain-lain. Bintang-bintang yang sedang bersinar dan punya image seperti ini biasanya termasuk jajaran bintang-bintang Lux.

Luna tergolong artis yang paling laris dipakai sebagai bintang iklan. Sampai-sampai kita bingung, Luna itu menjadi bintang iklan apa saja? Kecantikan dan kepintaran Luna membuatnya cocok mewakili kepribadian produk yang anggun, canggih, atau berteknologi tinggi. Luna pun cocok dijadikan duta dari yayasan-yayasan sosial. Tak heran jika Luna menjadi duta yayasan asma, duta World Food Programme, duta World Wildlife Fund, sampai duta yayasannya sendiri, Syair untuk Sahabat (sumber: Tempointeractive).

Memakai artis sebagai endorser bukannya tanpa risiko. Selain memberi dampak instan terhadap penjualan, kehadiran artis bisa memberi risiko negatif buat merek. Seorang bintang iklan yang tiba-tiba menjadi kontroversial bisa memberi dua efek pada penjualan: turun atau justru naik! Namun, biasanya marketer tidak mau ambil risiko dan memilih untuk menarik bintang iklan tersebut dari peredaran.

Kini, Luna menghadapi penelanjangan publik yang luar biasa, dan ini berdampak kuat pada image dirinya, termasuk mungkin pula terhadap merek-merek yang dia bintangi. Di satu sisi, social media menjadi media kampanye yang ampuh bagi pengedar video. Namun, social media juga menjadi alat yang kejam untuk menghabisi sebuah produk bernama Luna yang image-nya telah dibangun bertahun-tahun.

Belum pernah ada produk yang punya efek “nation work” seluas ini. Mulai dari orang-orang yang bernafsu untuk mengunduhnya, program-program televisi yang naik rating-nya pada saat kasus ini diangkat, penjual video bajakan yang naik omzetnya, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang melarang cuplikan video tersebut muncul di televisi, Komnas Perlindungan Anak yang meminta Luna dicoret sebagai artis, razia ponsel di sekolah-sekolah, demo antipornografi, permintaan untuk dihukum rajam, sampai ibu-ibu yang melarang anaknya ke Jakarta karena takut mereka terkontaminasi gaya hidup yang digambarkan di video tersebut.

Kasus Luna juga menjadi bahan pembelajaran PR (public relations) yang menarik: bagaimana seorang Luna bisa keluar dari tekanan publik yang demikian kuat? Figurnya pun sulit disembunyikan mengingat media sudah mengepung begitu rapat.

Social media menampakkan sisi gelapnya. Social media memang bisa melejitkan merek Anda, namun media ini juga menjadi alat yang kejam bagi merek Anda. Kalau merek Anda tidak mau ditelanjangi, jangan coba-coba telanjang di depan publik! (Majalah MARKETING)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.