Mendung Gelayuti Electronic City, Labanya Anjlok 71,3%

electronic city
Kika: Wiradi (Direktur), Anita Angelina (Direktur Independen), Ferry Wiraatmadja (Komisaris Independen), Made Agus Dwiyanto (Direktur), Leemarvin Lieano (Komisaris), dan Steven Anggoman (Direktur)
Foto: Lia Liliyanti

Tahun 2015 rupanya bukanlah tahun yang mengembirakan bagi industri ritel elektronik. Dalam paparan publik Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Electronic City Indonesia, Tbk dilaporkan kinerja perusahaan memburuk sepanjang tahun 2015.

Laba bersih perseroan tercatat hanya Rp36,8 miliar di tahun 2015, menurun 71,3% dibandingkan tahun 2014 yang sebesar Rp 128,8 miliar. Laba kotor perusahaan mengalami penurunan 22,3%  dari Rp428 miliar di tahun 2014 menjadi 332,9 miliar di tahun 2015.

Menurunnya daya beli masyarakat akibat pelemahan mata uang rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar AS menjadi biang keladi menurunnya kinerja persoran. Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang ditetapkan pemerintah belum mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Justru sebaliknya menambah beban biaya pegawai yang harus dikeluarkan perseroan.

Direktur Independen Elekcronic City, Anita Angelina mengatakan, tekanan persaingan juga menjadi faktor penyebab menurunnya kinerja perseroan. Kombinasi berbagai faktor di atas menyebabkan daya serap pasar elektronik  menurun 20% – 30%. Penurunan paling besar di kategori audio dan video, yang kontribusinya mencapai 40% bagi Electronic  City,” jelas Fery Wiraatmadja, Komisaris Independen Electronic  City.

Tutup 4 Gerai

Ferry menjelaskan, di pasar Elektronic City (EC) memainkan strategi dual-branding melalui gerai EC  Store dan EC Oulet. Total gerai yang dimiliki  EC di tahun 2015 mencapai 69 gerai. Jumlah gerai diciutkan menjadi 65 gerai di tahun 2016. Keempat gerai yang ditutup berlokasi di Bekasi, Ponorogo, Cirebon, dan Lombok

Menurut Made Agus Dwiyanto, keempat toko tersebut ditutup karena alasan efisiensi. Tujuan lain agar tidak membebani laba EC.  “Intinya kalau kita mengoperasikan suatu toko kita akan mendapatkan keuntungan bukan kerugian. Yang kita tutup adalah yang tidak atau belum mencapai target yang sudah kita tentukan,” ungkap Finance & Corporate Affairs Director EC ini.

Apakah bakal ada gerai EC lagi yang ditutup? Menurut Made penututupan gerai berdasarkan review yang dilakukan manajemen tiap kuartal.

Meskipun kinerjanya keuangan kurang mengembirakan, tahun ini EC tetap mengalokasikan Capex sebesar Rp100 miliar. Capex digunakan untuk pembukaan toko baru, pengadaan tanah, dan pembangunan gudang terpadu. Sumber dananya 100% diambil dari internal perseroan.

Untuk meningkatkan kinerja perseroan di masa mendatang, EC akan melakukan beberapa hal, diantaranya cross docking untuk memastikan ketersediaan barang dagangan di seluruh gerai, CRM (Customer Relationship Management) untuk loyalitas pelanggan, dan penguatan kanal e-commerce. Menurut Ferry tahun ini masih ada ruang bagi ritel elektronik untuk tumbuh di kisaran angka 5%. Dia mengutip prediksi yang dikeluarkan asosiasi industri terkait.

Tony Burhanudin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.