Pergi dan Belajarlah

Di tengah-tengah ancaman krisis finansial dunia yang ditandai dengan kehancuran bank investasi Lehman Brothers, China berhasil meluncurkan astronotnya ke angkasa luar dan menjadi orang China pertama yang berjalan-jalan di angkasa luar dengan roket buatan negeri sendiri.

Memang peluncuran tersebut dilakukan pada saat krisis finansial belum dirasakan di banyak negara Asia. Tapi, China sebenarnya cukup beruntung karena benar-benar dijaga oleh negara-negara di dunia. Sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dunia yang baru, semua negara berharap jangan sampai ekonomi China ambruk karena bisa menyeret krisis ekonomi ke negara-negara lain.

Apa yang bisa diharapkan dari negara ini? Setiap membeli mainan buatan China, ada saja yang tidak berfungsi dengan baik. Kalaupun berfungsi baik, umurnya tak sampai seminggu. Hingga ada yang beranggapan kalau membeli mainan buatan negara ini harus yang benar-benar murah, supaya tidak rugi kalau cepat rusak.

Belum lama ini kita juga diributkan dengan isu (yang memang bukan isu) adanya unsur melamin di berbagai produk makanan dari China. Akibatnya, para pemilik merek asing yang punya pabrik di sana sampai-sampai mengeluarkan iklan besar-besaran untuk meredam perasaan tidak tenang konsumen di Indonesia.

Business Week baru-baru ini juga meluncurkan laporan utama tentang komponen palsu dari China di pesawat-pesawat tempur. Apa yang Anda rasakan jika terbang di sebuah pesawat yang memiliki banyak komponen palsu? Orang Indonesia mungkin tidak peduli jika naik mobil yang komponennya palsu. Tapi, rasanya banyak orang Indonesia akan setuju untuk mempertimbangkan kembali jika harus naik pesawat yang mempergunakan komponen palsu.

Sebegitu parahkah kualitas produk dari Negeri Tirai Bambu ini? Well, kenyataannya pada saat isu makanan bermelamin mengemuka, negara China ternyata berhasil mengirimkan astronotnya ke angkasa luar.

Ketika melihat tayangan kembalinya astronot China ke bumi, saya membayangkan bahwa mereka naik pesawat luar angkasa dengan komponen KW3 (kualitas nomor tiga), bahan bakar oplosan, peralatan yang punya risiko besar tidak berfungsi saat mengudara, makanan mengandung melamin atau komputer yang mendadak cepat panas.

Saya yakin bayangan saya ini salah, tapi kalau baru membeli mainan buatan China yang langsung rusak ketika dipakai, Anda mungkin tidak percaya bahwa negara ini bisa mengirimkan talkinot—istilah mereka untuk astronot—ke angkasa dan (tentunya) pulang dengan selamat!

Kejutan ini boleh disamakan dengan kejutan pada saat Lenovo, perusahaan IT asal China, mengambil alih IBM, perusahaan dari Amerika Serikat. Apakah kemudian image IBM sebagai produk komputer yang berkualitas menjadi pudar? Ternyata tidak. Justru Lenovo meningkat image-nya sebagai produk yang berkualitas.

Sama seperti Indonesia, China adalah penyerap produk-produk asing. Sebagai pasar, China dan Indonesia memang besar, kedua negara ini sangat potensial untuk dimasuki produk-produk asing. Namun bedanya, orang Indonesia bukanlah tipe penakluk pasar negara lain.

Marketer di Indonesia merasa bahwa pasar potensial di sini masih demikian besar untuk digarap sehingga terlalu nyaman mengelola pasar domestik. Bahayanya, ketika pasar Indonesia semakin “mangap” alias terbuka bebas terhadap produk asing, produk buatan kita akan terjepit di tengah. Tidak mampu bersaing secara kualitas, juga tidak mampu bersaing secara harga.

Industri di negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China banyak belajar melalui tahapan sebagai OEM (original equipment manufacturing) yang menyuplai komponen ke merek tertentu. Mereka belajar masalah produktivitas dan efisiensi terlebih dulu. Toyota ketika pertama mengirimkan mobilnya ke Amerika Serikat (AS) ternyata mesinnya cepat sekali panas.

Tapi, kini Toyota menjadi merek mobil nomor satu di AS. Produk dari Korea dulunya juga dianggap produk yang tidak berkualitas. Samsung dari Korea kini juga menjadi rival berat Sony dari Jepang yang sudah terlebih dulu menaklukkan pasar dunia elektronik.

Itu semua karena semangat continuous improvement yang mereka miliki. Saya yakin, produk China nantinya akan memasuki fase sebagai produk yang memiliki image berkualitas. Saya teringat ajaran “Toyota Way” yang salah satunya mengangkat konsep genbutsu, artinya pergilah dan lihat sendiri. Tiga negara ini saya rasa menerapkan hal yang sama.

Mereka pergi ke negara-negara yang sudah maju untuk belajar dari sumber kemajuan dan pergi negara-negara berkembang untuk belajar tentang pasar. Lama-kelamaan mereka akan menemukan sumber kesalahan mereka di masa lampau dan terus melakukan perbaikan.

Beruntung Indonesia belum merasakan imbas langsung krisis finansial dunia. Tapi, jangan bangga dulu. Ini disebabkan perputaran uang di Indonesia memang masih sangat kecil, terutama di pasar modal. Selain itu, perkembangan sektor riil Indonesia juga masih agak mampet, jadi efeknya memang belum dirasakan.

Bandingkan dengan Jepang, Korea, dan China yang kini menjadi pusat pertumbuhan industri dan pemasaran produk di dunia. Dunia yakin China akan menjadi mesin ekonomi yang dahsyat dan negara ini akan semakin maju, bukan hanya dari sisi produktivitas tapi juga kualitas.

Dunia telah memaafkan dan lupa bahwa Jepang dan Korea pernah punya produk yang jelek. Hal ini terjadi karena dunia merasakan kualitas hidup yang lebih baik dengan produk berkualitas dari negara-negara tersebut. Percayalah, di masa mendatang Anda pun akan memaafkan dan lupa bahwa dulu pernah membeli mainan dari China yang cepat rusak. Anda sudah keburu kagum duluan dengan produk yang kini ada di hadapan Anda!. (Rahmat Susanta/www.marketing.co.id)

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.