Taufiq Rahman Kreatif Kembangkan Serat Bambu

Banyak ide kreatif yang bisa digtaufiqali melalui kekayaan alam. Salah satunya adalah Taufiq yang berhasil menggali kekayaan alam Indonesia lewat serat bambu serta mengaplikasikannya menjadi sesuatu yang bernilai bisnis. Seperti apa kisahnya?

“Dare to be different!” Demikianlah gambaran dari sosok Taufiq Rahman. Pria paruh baya ini memang terbilang out of the box dalam pemikiran soal ide bisnisnya. Lama bergelut sebagai karyawan di perusahaan kaus kaki, ia pun memutuskan pensiun dan memulai usaha sendiri. Keberanian Taufiq untuk banting setir dari pegawai ke wirausaha fashion menjadi awal kisah kesuksesannya.

Adalah bambu, yang dipilih Taufiq sebagai medium berkarya. Pria asal Surabaya, Jawa Timur, ini mengaplikasikan serat bambu menjadi kaus kaki dan sepatu berlabel “Parker”. Taufiq memang mengaku jatuh cinta akan segala manfaat yang didapat dari bambu.

“Serat bambu itu unik karena mempunyai daya serap keringat yang sangat bagus. Dalam penelitian, serat bambu 3,5 kali lebih kuat menyerap air daripada katun. Bambu juga ramah lingkungan. Tapi, belum banyak yang tahu itu,” kata Taufiq saat disambangi di kantornya.

Selain itu, serat bambu juga memiliki zat bawaan dalam batang bambu, seperti penny quinone, yang secara alami dapat membunuh bakteri. Jadi, kaus kaki Parker besutannya memiliki antibakteri alami. Sementara antibakteri kaus kaki yang terbuat dari katun dan bahan-bahan yang lain terbuat dari bahan kimia yang lama-kelamaan pasti hilang setelah dicuci.

Usaha kaus kaki Parker Taufiq yang berada di bawah bendera CV Citra Baru Busana ini sebenarnya sudah dirintis sejak tahun 2005 lalu. Idenya sederhana, dia mengetahui kelebihan serat bambu ketimbang katun dan melihat besarnya demand dari pasar internasional.

Pengetahuan Taufiq terhadap minat penduduk asing akan kaus kakinya didapat dari kegigihan dia mengikuti berbagai pameran fashion dan UKM di berbagai negara. Meski untuk itu sering kali ia harus merogoh kocek sendiri. Terbukti responsnya sangat positif. Saat ini Parker mampu memproduksi 50 ribu─100 ribu pasang kaus kaki dari serat bambu per tahun. Dari jumlah itu, sebanyak 20 ribu pasang diekspor ke luar negeri, seperti Italia, Malaysia, dan Amerika. Selebihnya dipasarkan di dalam negeri. Banderol harga per pasang US$2, sedangkan harga di tingkat ritel domestik Rp60.000 per pasang.

Sambutan hangat akan produk kreasinya ini memicu Taufiq untuk terus berinovasi. Kali ini, ia berinvestasi sebesar Rp100 juta untuk membuat sepatu serat bambu. Ternyata, peminatnya juga luar biasa. Sebagai industri sepatu lokal, Taufiq mendedikasikan kegiatannya untuk menghasilkan sepatu berkualitas yang sepenuhnya merupakan buatan tangan perajin lokal. Dengan begitu, kegiatan usaha ini sering disebut sebagai “handicraft shoes” karena seluruh proses pembuatannya dilakukan melalui sentuhan tangan para perajin.

Adapun proses pembuatannya meliputi serat bambu dipintal menjadi benang, lalu dicelup, kemudian dirajut sesuai corak yang diinginkan. Barulah bagian tersebut diproses dan digabungkan dengan bagian bawah. Sentuhan dimulai dari bagian atas, lining (lapisan), insole, outsole, hingga heel (tumit). Untuk pengerjaan satu buah sepatu, Taufiq membutuhkan waktu 2─5 hari. Sebanyak 25 perajin dilibatkan untuk memproduksi sebanyak 1.000 pasang sepatu per bulan.

“Saya memproduksi dengan hati-hati dalam setiap detail pembuatannya, yang disesuaikan dengan anatomi kaki. Desain dan motif juga masih saya buat sendiri. Ini adalah hal yang paling penting dalam membuat sepatu karena akan membuat tampilannya menjadi lebih menarik dan nyaman digunakan. Ini menjadi prioritas,” tegas Taufiq.

ext sepatuSepatu Parker dikhususkan untuk segmen pria dewasa dengan berbagai model, mulai dari dress shoes, boot shoes, dan casual shoes. Banderol harga yang diberikan adalah kisaran Rp800 ribu hingga Rp4,5 juta. Seperti kaus kaki, konsumen terbesar sepatu Parker adalah pasar asing. Konsumen lokal, menurut Taufiq, hanya beberapa yang sudah menjadi pelanggan setia. Pendapatan yang ia kantongi per bulan dari bisnis sepatu bambu diperkirakan mencapai Rp250 juta, dengan rata-rata sepatunya dijual Rp600 ribu─Rp700 ribu per pasang.

Sepatu Parker juga sudah terdistribusi ke gerai-gerai kelas menengah atas di Jakarta, seperti Pasaraya Blok M, Sarinah, dan Lotus. Bahkan ada juga di Sri Ratu Yogyakarta. Padahal Taufiq mengaku tidak punya latar belakang apa pun soal fashion ataupun bisnis sepatu. “Jujur semuanya otodidak. Saya hanya terjun langsung, sambil belajar sambil berusaha. Yang penting dikerjakan dulu, jangan hanya dipikirkan,” ujarnya.

Namun sayangnya, bisnis Taufiq masih terbentur perkara bahan baku. Sejauh ini, seluruh serat bambu yang ia gunakan masih impor dari Tiongkok. Padahal, kata Taufiq, Indonesia merupakan produsen bambu kedua terbesar dunia setelah Tiongkok. Sayang, industri bambu masih sebatas pada pengolahan pulp saja.

“Dukungan pemerintah sangat kurang. Belum ada investor yang berani tanam modal di serat bambu ini. Padahal kalau pemerintah bisa memaksimalkan produksi bambu Indonesia yang melimpah, maka Indonesia akan merajai produk tekstil dari serat bambu terbesar di ASEAN, bahkan dunia,” tandas Taufiq.

Meski demikian ia tidak menyerah. Komitmennya untuk terus menggali dan menggarap serat bambu akan tetap dilanjutkan. Ke depannya, ayah dua putera ini akan meluncurkan inovasi lain dari serat bamboo, yaitu t-shirt dan sarung tangan. Taufiq dan ide kreatifnya juga tengah menggarap sepatu dari material unik lainnya, yaitu kulit ikan nila.

Foto: Lia

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.