Apakah Pembajakan dapat Mendorong Penjualan?

www.marketing.co.id – “Apakah pembajakan dapat mendorong penjualan beberapa produk tertentu?” Mendadak pertanyaan tersebut terlintas di benak saya saat melihat pesatnya perkembangan dunia digital dewasa ini. Tak diragukan lagi, dunia digital dan internet sebagai mediasinya telah menjadi sumber peredaran produk bajakan terbesar di dunia.

pic source: geekosystem.com; Piracy.
pic source: geekosystem.com; Piracy.

Membajak berarti mencuri. Kata-kata tersebut sangat menohok saya dan saya yakin juga hampir semua, kalau bukan semua orang di Indonesia pernah melakukan tindakan pembajakan. Pembajakan di sini dapat berbentuk melakukan fotokopi buku teks tanpa izin (lazim dilakukan di kalangan mahasiswa), mengunduh lagu-lagu komersial dari internet, mengunduh film-film komersial, juga dari internet, dan masih banyak lagi.

Saat ini, hipotesis saya adalah musik dan film menjadi produk yang paling banyak dibajak di seluruh dunia. Musik dan film juga saya jadikan produk bahasan dalam artikel ini untuk mempertajam bahasan artikel. Nah, jika kita menjadi pebisnis dan marketer, kita tentu harus menyadari hal ini dan mencari solusi dan bukannya sekedar meratapi nasib. Solusi tersebut antara lain mencari sumber pemasukan selain yang sudah diketahui secara umum.

Pertama-tama, mari kita mencoba mencari tahu, dapatkah pembajakan kita jadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan perusahaan? Tujuan untuk meningkatkan nilai riil seperti meningkatnya penjualan produk atau menaikkan nilai intrinsik, misalnya merek produk yang semakin dikenal di mana-mana?

Pembajakan mendorong perekonomian

Sebuah ide yang mungkin terdengar gila terlintas di kepala saya, bahwa pembajakan bisa mendorong perekonomian. Kenapa saya memiliki pendapat tersebut? Saya memiliki pemikiran bahwa barang hasil bajakan dapat menjadi semacam penggoda sekaligus iklan di saat yang sama. Para konsumen barang bajakan ini diberikan semacam pengetahuan mengenai produk aslinya.

Sebagai contoh, lagu-lagu bajakan dapat mendorong popularitas si penyanyi sehingga dia akan mendapatkan order manggung dan menjadi bintang iklan produk-produk komersial. Lagipula, nilai royalti dari penjualan produk (kaset/CD) per satu satuan tidak lagi menjadi sumber pemasukan utama.

Pada akhirnya, masih berhubungan dengan contoh di atas, si penyanyi menjadi semakin eksis dan perusahaan yang memegang hak komersial si penyanyi tidak perlu mengeluarkan satu rupiah pun dalam proses penciptaan popularitas tersebut. Bukankah memang bisnis berjalan seperti ini?

Kini, bagaimana dengan pendapat Anda?

(Andika Priyandana – Chief Editor Marketing.co.id)

This article powered by eXo Digital Agency. eXo is a digital media agency serving local and international brands ranging from SME (small and medium enterprises) to multinational companies from various industries. We are an all-round agency with tremendous experience in digital activation, social media, search engine marketing, interactive game, web and software development.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.