Bukan Sekadar Tempat Pajangan

Tidak semua produk bebas dipajang di Hero Supermarket. Produk-produk yang hendak dipromosikan harus menyewa tempat khusus.

Tidak seperti di outlet-outlet lain, Hero Supermarket di Plaza Senayan terlihat berbeda. Boleh dikatakan Hero di pusat belanja itu lebih berkelas. Karena itulah Susianti Arianto, seorang ibu muda, memilih berbelanja di outlet modern tersebut. Waktu itu, ia sedang mencari susu untuk putri semata wayangnya yang baru berumur tiga tahun.

Apa yang dilakukan Susianti pertengahan Juli lalu sudah menjadi rutinitasnya setiap dua minggu sekali. Selain berbelanja susu untuk anaknya, ia juga memborong keperluan sehari-hari. Kadang-kadang ia pun datang bersama suami dan anaknya ke outlet ini sekaligus  berjalan-jalan di akhir pekan.

Susianti menganggap Hero di Plaza Senayan mampu memenuhi kebutuhannya sebagai konsumen. Di samping barangnya lengkap, ritel modern ini juga ditata secara profesional. Maka, tiap kali berkunjung ke sana, ia merasa nyaman dan menyenangkan.

“Entah mengapa saya sering berbelanja ke sini. Saya pikir Hero di sini cukup nyaman untuk dijadikan tempat berbelanja. Di sini barangnya lengkap dan terasa gampang mencarinya,” demikian komentar Susianti yang berhasil ditemui malam itu.

Menanggapi pendapat seorang pengunjung tentang outletnya, Sugiyanto Wibawa, Retail Development Director PT Hero Supermarket Tbk, menyatakan bahwa memang itulah yang diharapkan pihaknya. Memberikan penawaran barang yang lengkap dan kenyamanan berbelanja bagi pengunjung merupakan kehendak ritel modern ini.

Akan tetapi, sejatinya Hero membagi diri ke dalam tiga kelas, yaitu kelas A, B, dan C. Biasanya kelas A berada di lokasi-lokasi yang premium. Plaza Senayan adalah satu lokasi yang dirasa premium, sehingga penataan outletnya juga berbeda dibandingkan dengan kelas B dan C.

“Kalau kelas B dan C kemungkinan lorong-lorongnya lebih sempit, dan cara penataannya juga berbeda sesuai kelas masing-masing. Kemudian, soal penetapan harga produk, antara kelas A, B, dan C juga memiliki banderol yang berlainan,” terang Sugiyanto.

Tentu saja memasang harga produk yang mahal di outlet kelas C tidak akan laku. Begitu pun sebaliknya, mematok harga murah di outlet kelas A akan menjadi bumerang bagi para peritel sendiri. Biaya sewa area yang mahal dan “gengsi konsumen” menjadi pertimbangan khusus di dalam menetapkan harga.

Yang tidak membedakan adalah soal penataan produk (product display). Sebab, pada dasarnya antara outlet yang satu dengan lainnya sudah memiliki standardisasi yang ditentukan oleh pusat. Layaknya supermarket lain, di dalam in-store marketing, Hero juga menggunakan planogram.

Namun, ada yang menarik dikemukakan oleh Sugiyanto, yakni penataan gondola diurutkan sesuai logika berbelanja. Maksudnya, produk itu diletakkan berdasarkan kategorinya dan disusun sesuai kebutuhan pengunjung sejak pertama kali masuk hingga keluar outlet.

“Ada logikanya. Kalau di supermarket, biasanya yang diletakkan di depan atau berpeluang diambil pertama tetap produk kebutuhan pokok. Setelah itu minyak, susu, toiletris, obat-obatan, sayuran, es krim, dan seterusnya. Logikanya begitu, dan saya rasa di semua tempat juga sama,” ujar Sugiyanto.

Umumnya, penataan produk reguler diatur oleh peritel. Sedangkan produk yang dipromosikan diatur atas kerja sama antara peritel dengan penyuplai (produsen). Area promo ini bisa diganti sesuai masa sewa, berlaku 1-2 minggu, ada juga sebulan, tergantung event. Setidaknya Hero mengadakan big event lebih dari dua kali, terutama pada saat menyambut hari besar dan hari raya keagamaan.

Sayangnya, Sugiyanto tidak bersedia mengungkapkan berapa nilai sewa yang harus dibayarkan penyuplai. Ia mengaku, nilai sewa ditentukan pada saat perjanjian kerja sama disepakati. Yang jelas, peritel tidak mau rugi karena harus menanggung beban sewa tempat, gaji karyawan, listrik, dan lainnya.

“Kalau ada produk baru dan meminta kami untuk memajangnya, tetapi mereka beriklan di media cetak dan elektronik, memangnya kami cuma tempat pajangan saja. Kalau begitu, tidak fair dong,” tuturnya. Rumus penghitungannya bermacam-macam; di antaranya ada biaya listing, leaflet, dan gondola.

Selain itu, apabila berkunjung ke Hero, Anda juga akan menemui produk-produk dengan merek internasional dan private label. International product hanya bisa dijumpai di outlet kelas A sesuai pangsa pasarnya, sedangkan private label terdapat semua outlet.

Perbedaan yang mencolok, private label rata-rata hanya menawarkan kegunaan produk daripada penekanan pada merek. Biasanya produk-produk komoditas. Maka dari itu, private label dibanderol dengan harga yang lebih murah. “Harga murah itulah strateginya,” tandas Sugiyanto.

Hero telah bertahun-tahun menjadi bagian dari keluarga ritel modern Indonesia. Hingga saat ini sudah puluhan cabang yang berhasil dibuka dan tersebar di berbagai daerah. Menurut Sugiyanto, kunci sukses Hero dalam in-store marketing adalah pemajangan produknya rapi, suasananya nyaman, pemilihan tema warna, dan pencahayaannya tepat atas outlet yang ada. (Purjono)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.