Dari Follower Menjadi Market Leader

www.marketing.co.id – Mampu menjual sekitar 8 juta unit ponsel hanya dalam kurun waktu empat tahun, sungguh prestasi yang cukup fenomenal buat brand lokal seperti Nexian yang harus bersaing dengan brand-brand global. Apakah kesuksesan ini semata ditentukan oleh faktor harga, ataukah ada strategi lain yang ditempuh Nexian?

Nexian, merek ini terdengar begitu seksi. Mudah diucapkan dan mudah diingat. Di tengah menurunnya pamor merek-merek mapan seperti Nokia dan Sony karena kalah bersaing dengan BlackBerry, Nexian justru makin menunjukkan tajinya.

Nexian dengan jargon “Next generation” sukses merebut pasar, terutama segmen anak-anak muda, yang umumnya early adopter terhadap produk-produk teknologi seperti ponsel. Nexian digemari anak-anak muda karena harganya terjangkau. Sudah begitu, mereka bisa menikmati berbagai fitur sekelas ponsel pintar seperti akses internet, chatting, dan berbagai aplikasi multimedia.

Sebagian orang boleh saja berpendapat Nexian hanya sedang ketiban durian runtuh tren smartphone—yang bagi sebagian masyarakat Indonesia harganya terlampau mahal. Bayangkan, untuk mengantongi ponsel ternama, konsumen mesti merogoh kocek Rp 3–5 jutaan. Namun bagi Nexian, menawarkan ponsel dengan harga terjangkau untuk semua kalangan sudah menjadi filosofi bisnis mereka sejak awal.

Nexian sebagaimana dijelaskan Chief Marketing Officer Selular Group Andy Jobs memang memosisikan diri sebagai “the excitement of technology”. Bagi Nexian, teknologi haruslah menyenangkan, tidak mahal, dan bisa dinikmati oleh semua kalangan. “Begitu banyak orang yang kepingin punya BlackBerry. Tapi karena keterbatasan dana, mereka tidak bisa membeli. Nah, kami mencoba memenuhi aspirasi mereka,” tutur Andi.

Lebih jauh Andy menegaskan, kesuksesan Nexian tidak sepenuhnya ditentukan perubahan lanskap pasar ponsel di dalam  negeri, yakni meroketnya BlackBerry dan mulai menurunnya pamor penguasa pasar seperti Nokia dan Sony. Nexian bisa mereguk sukses karena dua hal, yakni fokus dan konsisten.

“Sekarang di era CAFTA (China and ASEAN Free Trade Area), semua orang bisa impor ponsel dari Cina. Tapi, siapa yang mau berkomitmen membuka service centre, jualannya tidak hit and run. Karena itu juga Nexian banyak beriklan di billboard, karena kami ingin bertahan dalam jangka panjang. Kami ingin menjadi brand nomor satu di Indonesia,” jelasnya.

Bagaimana reaksi Nexian ketika disebut sebagai follower dari sebuah tren teknologi? Nexian sama sekali tidak keberatan disebut demikian. Menurutnya tidak ada yang salah menerapkan strategi marketing sebagai follower atau copycat. “Nexian justru bangga mendapat predikat follower untuk tren teknologi global,” jawab Andy.

Nexian justru balik bertanya, bagaimana seandainya jika tidak ada ponsel murah di Indonesia? Mungkin sekitar 35 juta rakyat Nusantara tidak akan bisa terhubung dengan internet dan menikmati Facebook yang fenomenal itu. Nexian merasa bangga, karena berkat ponsel murahnya banyak masyarakat bisa online di Facebook atau Twitter, sehingga mereka bisa bersosialisasi tanpa hambatan ruang dan waktu.

“Ini kan suatu bentuk kebahagiaan yang luar biasa dapat membantu mereka. Memang sebagai follower teknologi kami harus akui itu, namun kami bangga karena untuk kemajuan bangsa juga. Bayangkan kalau tidak ada follower yang menawarkan harga murah, semua orang akan mengeluarkan bujet yang mahal, misalnya membeli BlackBerry seharga Rp 5 jutaan,” bebernya.

Maraknya media sosial seperti Facebook dan Twitter memang membawa berkah tersendiri bagi Nexian. Penjualan ponsel yang oleh sebagian anak muda disebut “hape online” ini terbilang fantastis. Sejak diluncurkan ke pasar tahun 2006, hingga tahun 2010 Nexian berhasil menjual 8 juta unit ponsel. Tahun ini target penjualan Nexian cukup ambisius, yakni 5 juta unit. Tampaknya target 5 juta unit bukanlah hal yang sulit untuk dicapai, mengingat pada semester pertama 20011  Nexian sudah berhasil menjual 2,2 juta unit. “Mudah-mudahan akan tercapai,” tandasnya.

Nexian yang sudah mengeluarkan cukup banyak varian produk ini tidak menargetkan jumlah ponsel baru yang akan dilepas ke pasar tiap tahunnya. Semua diserahkan kepada kebutuhan dan tren di masyarakat. Nexian sendiri memprediksi era ponsel qwerty akan segera berlalu. “Kita lihat akhir-akhir ini trennya ke arah touch screen, kalau dua tahun lalu kan yang tren ponsel qwerty,” jelasnya.

Berkat prestasi di atas, Nexian pun menjadi penguasa untuk market share ponsel merek lokal; sementara untuk perolehan market share merek secara keseluruhan, Nexian berada di urutan kedua. Setelah sukses menjadi tuan rumah di negeri sendiri, ambisi Nexian berikutnya adalah menyejajarkan diri dengan brand-brand global seperti Nokia, Sony, atau Samsung.

Hal tersebut sepertinya bukanlah angan-angan kosong, karena Selular Group yang menaungi Nexian sudah diakuisi oleh Spice i2i yang berkedudukan di Singapura. “Kami ingin naik kelas masuk komunitas brand global, karena Spice i2i group beroperasi di Malaysia, Thailand, India, dan Singapura,” imbuhnya.

Pertanyaan yang sering muncul dari publik apakah brand Nexian benarbenar brand lokal, atau pihak Nexian di Indonesia hanyalah kepanjangan tangan dari Nexian Cina. Perihal ini Andy menegaskan, Nexian adalah murni brand lokal, dan tidak ada brand Nexian di Cina. Nexian mengembangkan sendiri teknologi dan desainnya. Sementara Cina hanya menjadi tempat produksi. (Tony Burhanudin)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.