Elemen Why dan Spiritual dalam Branding

Marketing.co.id  –  Berita Marketing | Sebagai seorang praktisi dan konsultan di bidang Brand & Communication, Ria R Christiana sudah banyak makan asam garam. Ria pernah menangani berbagai brand dari lintas industri, antara lain industri rokok dan energi. “Product brand and corporate brand itu memang my expertise, I make money from that,” katanya dalam bincang-bincang santai, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sebagai orang yang kenyang pengalaman di bidang branding dia menilai esensi dari branding adalah why does your brand exist. Seorang pemiliki atau pengelola merek harus tahu apa alasan brand nya hadir di tengah-tengah masyarakat.

“Yang bikin bertahan ya aspek why nya. Branding memang banyak hubungannya dengan reputasi dan sustainabilty, bukan volume (sales). Jadi ada brand yang terlihat lambat perkembangannya tapi tetap sampai ke tujuan,” tuturnya.

Naas memang jika ada brand yang harus terhenti langkahnya di tengah jalan. Ria mengatakan, kematian sebuah brand diakibatkan alasan (why) kehadiran brand tersebut tidak cukup di pasar. “Saya sudah banyak mematikan brand rokok,”tandas pendiri dbrandcom ini.

Baca juga: Strategi Marketing Dasar Yang Wajib Anda Coba di Tahun 2022

Lebih lanjut Ria menjelaskan, konsep tentang brand hadir lebih dulu dari marketing. Jika diibaratkan makhluk hidup, brand itu adalah ruh dan marketing sebagai otaknya. “Punya alasan bagus untuk hadir di pasar tapi strategi marketing keliru maka akan gagal, bikin pricing salah, promosi salah ya gak jalan. Jadi selalu ada esensi why dibalik what. Why biasanya ada di brand owner, terserah dia punya ilmu brand atau tidak, brand owner yang tahu why nya,” bebernya.

dbrandcom
Ria R Christiana pendiri dbrandcom

Pengalaman paling menantang sebagai praktisi dan konsultan brand ketika dia harus “menyamakan frekuensi” antara brand owner dengan manajemen. Dia memberi contoh saat menangani salah satu brand keramik, dimana  brand owner nya  ingin menonjolkan sisi flagship Indonesia dan memanfaatkan resources yang ada untuk bersaing dengan produk dari China.

“Tapi manajemen melihat realitas, bahwa strategi tersebut tidak akan membuat profit dan sustain secara bisnis. Owner bilang ini hanyalah waktu, jadi meng-align antara why dan what membutuhkan lobi yang sangat dalam,” ungkap dia.

Menulis Buku

Ria telah menulis buku berjudul “True Self My Brand Stories,” Buku tersebut merupakan hasil pergumulan dirinya dengan dunia branding selama 25 tahun dan perjalanan spiritualnya. Setelah divonis menderita penyakit kanker ovarium dan auto imun, Ria berupaya untuk mendalami sisi spiritual dari kehidupan.

Baca juga: Kenali 7 Jenis Meditasi: Mana Yang Paling Cocok Untuk Anda?

Ria mengakui setelah menderita sakit dan mengaplikasikan apa-apa yang ditulis di bukunya, dia memiliki pandangan yang berbeda dalam segala hal dan hidupnya merasa lebih ringan.

“Saya berpikir kalau brand tools bisa bermanfaat untuk merancang perjalanan hidup merek, tools ini juga bisa digunakan untuk merencanakan kehidupan manusia. Banyak orang sibuk mengejar cita-cita dan ambisi tapi lupa menghargai jiwanya,” lanjutnya.

Baginya relasi branding dengan sprititulitas terletak pada bagaimana kita meletakan brand purpose dan apa tujuan mulia yang kita capai.  “Hubungan brand dengan dengan spirituality, seseorang berjanji terhadap apa yang menjadi purpose nya paling kuat ketika dia berjanji sama Tuhan. Kalau orang bangun bisnis hanya terpaku pada marketing dan sales, dan tidak tahu mengapa brand nya ada dipasar maka akan gugur,” tutupnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.