Facebook: Jalan Terjal Setelah IPO

www.marketing.co.id – Setelah ditunggu selama dua tahun, Facebook akhirnya menawarkan sahamnya ke publik di pertengahan Juni 2012. Dengan harga saham perdana sebesar US$ 38, Facebook menjadi perusahaan internet yang memiliki nilai pasar sekitar US$ 104 miliar, atau mendekati Rp 1.000 triliun. Nilai kapitalisasi ini jauh lebih besar dibandingkan saat pertama kali perusahaan seperti Google mulai menawarkan saham perdananya.

Ketika mulai diperdagangkan di bursa Nasdaq, saham Facebook sempat melejit hingga US$ 45 di siang dan sore harinya,ditutup naik sedikit, yaitu pada harga US$38,2. Setelah itu, harga saham Facebook rontok dua hari berikutnya, hingga turun mendekati US$ 30. Sebagian investor mulai ragu-ragu bagaimana perusahaan ini akan mampu menjaga pendapatan dan labanya dalam jangka panjang. Morgan Stanley ketiban apesnya. Perusahaan yang menangani initial public offering (IPO) Facebook ini dituduh tidak memberikan informasi yang benar kepada para investor ritel.

Dengan harga US$ 38 per lembar saham, maka nilai price earning ratio (PER) dari perusahaan ini sekitar 100. Bandingkan dengan PER Google yang hanya sekitar 20 hingga 25 saat ini. Tapi, banyak rumor yang menyebutkan bahwa harga saham Facebook akan segera terbang menuju US$ 150. Maklum, di berbagai negara seperti Jepang dan Korea, Facebook masih menikmati pertumbuhan yang sangat baik. Di Korea, pada tahun 2011, pertumbuhan pengguna Facebook mencapai lebih dari 50 %.

Mereka kemudian berharap bahwa profitabilitas perusahaan menjadi baik dan lalu nilai PER-nya menjadi mendekati Google. Semakin tinggi laba per saham, maka nilai PER juga akan segera turun dan kemudian mendekati perusahaan-perusahaan internet lainnya.

Harga saham akan naik dan turun dimasa mendatang. Tapi, kejatuhan saham Facebook setelah IPO ini menjadi berita yang menarik. Perusahaan yang sudah memiliki jumlah pengguna lebih dari 900 juta dan sebentar lagi menembus 1 miliar, kemudian diragukan kemampuannya untuk mencetak pendapatan dan laba yang semakin besar dimasa mendatang. Maka, ketika kemudian banyak analis yang merevisi omzet dan laba dari Facebook, rumor tersebut segera menghantam harga saham perusahaan ini.

Pendapatan Facebook

Bagaimana Facebook memperoleh pendapatannya? Pertama, Facebook menjual ruangan di situsnya untuk para pemasang iklan yang ingin menjangkau target pasarnya. Mereka yang memiliki merek atau ingin menjual produknya secara cepat dapat memanfaatkan Facebook. Harga yang dipatok oleh Facebook sangat bervariasi, tergantung negara. Ada dua harga yang ditetapkan oleh Facebook, yaitu cost per mile (CPM) dan cost per click (CPC).

Untuk di Indonesia, harga CPM Facebook adalah sebesar US$ 0,05. Ini artinya, untuk mendapatkan exposure ke 1.000 pengguna Facebook, pemasang iklan harus membayar sekitar Rp 460 dengan asumsi US$ 1 adalah Rp9.200. Untuk menjangkau 1 juta, pemasang iklan membayar Rp 460 ribu. Tentunya, ini hanyalah exposure terhadap logo merek atau alamat web dari pemasang iklan.

Tarif yang kedua adalah CPC. Untuk di Indonesia, saat ini harganya adalah US$ 0,15 atau sekitar Rp 1.400. Jadi, agar pengguna Facebook melihat halaman web dari pemasang iklan, sejumlah Rp 1.400 harus dibayar untuk setiap kali prospek atau konsumennya berkunjung ke situsnya setelah melihat dari Facebook. Kalau CPM hanyalah impresi, yang sebagian besar belum tentu melihat, CPC sudah memberi jaminan bahwa situs pemasang iklan sudah diklik. Tetapi, tentunya tidak ada jaminan bahwa pengguna internet akan melihat cukup lama atau melihat lebih dari satu halaman situs pemasang iklan.

Tarif yang ditetapkan untuk Indonesia ini tergolong murah. Bila diurutkan berdasarkan tarifnya, Indonesia menempati posisi dinomor 122. Artinya, ada 121 negara dimana tarif memasang iklan di Facebook lebih mahal dibanding dengan tarif yang ada di Indonesia. Berdasarkan Socialbakers.com, lima negara yang memiliki tarif tertinggi untuk Facebook adalah Rusia, Jepang, Australia, Afrika Selatan, dan New Zealand.

Pendapatan kedua dari Facebook adalah dari para mitranya yang mengisi konten berbayar di situsnya. Zynga, misalnya, adalah mitra Facebook yang paling banyak memberi kontribusi ke Facebook. Maklum, Zynga adalah perusahaan pembuat games yang permainannya paling banyak diunduh oleh pengguna Facebook di seluruh dunia. Facebook menikmati revenue sharing daripara mitranya yang menggunakan Facebook sebagai jalan untuk mengakses permainan.

Pendapatan ketiga yang diharapkan dari Facebook adalah dengan menawarkan kepada para penggunanya untuk membayar. Pada tahun 2012, Facebook sudah meluncurkan paket berbayar ini di New Zealand. Buat pengguna Facebook yang membayar, maka setiap post yang mereka lakukan di Facebook akan semakin mudah dilihat oleh para teman atau fansnya. Harga untuk setiap posting adalah US$ 2. Negara New Zealand dipilih karena memang penggunanya cukup sophisticated dan negara ini relatif terpencil. Jadi, sebagai negara untuk market testing relatif ideal dan bila ini menghasilkan respons yang baik, tentunya Facebook akan menawarkan fiturnya ke negera lain.

Ide untuk mendapatkan pendapatan dari layanan premium seperti ini sudah banyak dilakukan. Skype dan LinkedIn misalnya, sudah menawarkan paket seperti tersebut sejak lama. Dan bagi perusahaan ini, memang bisnis model inilah yang mereka pilih. Memberikan layanan gratis untuk semua fitur yang standar dan menerapkan tarif kepada penggunanya yang ingin mendapatkan fitur yang lebih baik.

Tantangan Masa Depan

Bagi Facebook, tantangan terbesar didepan mata adalah penggunaan seluler atau ponsel. Pada tahun 2011, jumlah pengguna Facebook yang mengakses melalui ponsel sudah melampaui jumlah pengguna laptop atau notebook yang mengakses Facebook. Bahkan seperti di Indonesia, Facebook yang diakses melalui ponsel angkanya akan terus meningkat dan sangat mungkin bisa mendekati 90%. Pada tahun 2011, untuk pertama kalinya, penjualan ponsel pintar di dunia melampaui jumlah laptop yang dijual.

Facebook belum mendapatkan omzet yang berarti dari ponsel. Google sendiri, ditahun 2011, sudah menikmati penghasilan dari ponsel ini sebesar Rp 7 triliun, dan Apple kira-kira sebesar Rp 4 triliun. Kedua perusahaan ini jauh lebih siap mendulang pendapatan dan laba dari para pengguna ponsel. Buat Facebook, lebarnya layar ponselyang hanya 10% dari notebook jelas menjadi momok yang besar. Ini seperti situs-situs lainnya yang berusaha menjual ruangan dihalaman situs mereka untuk para pemasang iklan. Ibarat ukuran billboard, yang semula berukuran 8×12 meter terletak di jalan CBD Jakarta, kemudian menjadi 0,5×1 meter,terletak di gang-gang kecil.

Tantangan kedua adalah efektivitas. Inilah sebabnya, Facebook tidak mendulang penghasilan dari pemilik merek di Indonesia. Belanja iklan di Indonesia yang mendekati angka Rp 90 triliun, ternyata tidak bisa diambil kuenya oleh Facebook secara signifikan. Bahkan, untuk mendapatkan porsi 0,5% saja seperti porsi iklan di bioskop, ternyata masih belum mampu dilakukan oleh Facebook. Google sebenarnya mengalami hal yang sama untuk pasar di Indonesia, tetapi dalam setahun terakhir ini, Google sudah mulai memperlihatkan pertumbuhannya.

Bagaimana ini terjadi? Apakah karena banyak yang belum paham terhadap iklan di Facebook? Atau karena tidak ada insentif untuk para agency mendorong para kliennya? Saya yakin, faktor ini turut berperan. Tetapi yang paling besar, memang efisiensi dari iklan di Facebook masih rendah. Dengan kata lain, harga impresi dan klik di Facebook masih mahal. Bandingkan dengan televisi misalnya. Iklan-iklan di televisi, terutama untuk produk yang mass-market, bisa hanya mencapai Rp 20 hingga Rp50, sedangkan CPC Facebook seharga Rp1.400. Kalau diberikan diskon hingga 90%, harganya belum kompetitif.

Persoalan kedua adalah efektivitas. Hingga saat ini, case study yang dilaporkandi Indonesia adalah sebatas perusahaan yang mampu menjangkau jumlah fans yang besar. Jadi, mereka melakukan komunikasi melalui Facebook dengan gratis. Padahal buat perusahaan di Indonesia, track record keberhasilan akan menjadi acuan bagi ribuan perusahaan untuk tergerak melakukan hal yang sama.

Walaupun demikian, mereka yang optimis masih melihat tiga kekuatan besar dari Facebook. Size is the king. Dengan jumlah pengguna lebih dari 900 juta, masih banyak ide yang dapat diluncurkan. Kedua, database is powerful. Data-data demografis dan perilaku di Facebook menyimpan manfaat yang luar biasa bagi pemilik merek. Ketiga, Human is social. Manusia akan selalu ingin berinteraksi.

Mungkin inilah yang menjadi keyakinan Mark Zuckerberg. Daripada memonitor dan merisaukan harga saham setelah IPO, lebih baik sehari setelah masuk bursa, dia memilih melangsungkan pernikahan dengan Priscilla Chan. Siapa tahu, setelah itu, Chan akan membantu Facebook menembus pasar Cina. (Handi Irawan D.)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.