Keamanan Air Galon Guna Ulang Terjamin dan Penuhi Mutu SNI

Marketing.co.id – Berita Lifestyle I Masyarakat tak perlu khawatir mengenai rencana pelabelan Bisfenol-A (BPA) terhadap galon guna ulang berbahan polikarbonat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab galon guna ulang berbahan polikarbonat digunakan oleh produsen air mineral yang telah berpuluh-puluh tahun memasarkan produknya di dalam negeri, dan teruji aman hingga kini.

BPA

Hingga saat ini, belum ditemukan adanya dampak kesehatan yang ditimbulkan dalam pemakaian galon guna ulang berbahan polikarbonat. Ini wajar mengingat seluruh produsen yang menggunakan bahan kemasan ini telah melalui berbagai uji kelayakan di instansi pemerintah terkait.

Selain sampel air mineral, produsen diwajibkan untuk memenuhi beragam persyaratan penyeimbang, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), hingga aspek keamanan dalam kemasan. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, selama ini penerapan implementasi berbagai aturan terkait dengan air kemasan galon sudah sangat baik.

Bahkan, kata Trubus, implementasi aturan ketat pada air guna ulang telah dilakukan jauh sebelum pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 78/2016 tentang Pemberlakuan SNI Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami, dan Air Minum Embun Secara Wajib.

“Bisnis air kemasan guna ulang sudah melalui kajian yang mendalam dan komprehensif sebelum diterapkan Permenperin No. 78/2016,” ujarnya.

Permenperin No. 78/2016 mengatur tentang standar kemasan air mineral yang di dalamnya juga mencakup kemasan. Pemerintah juga terus membenahi ketentuan tersebut melalui penerbitan Permenperin No. 26/2019 tentang Perubahan Atas Permenperin No. 78/2016.

Adapun, SNI yang menjadi dasar pemberlakuan wajib produk air minum dalam kemasan (AMDK) yakni SNI 3553:2015 Air Mineral. Badan Standardisasi Nasional (BSN) pun sejatinya telah menjamin bahwa produk air mineral yang beredar di pasar dan diproduksi oleh pelaku industri, baik dalam maupun luar negeri, sepenuhnya aman sepanjang menjalani ketentuan SNI tersebut.

Trubus menambahkan, sejauh ini implementasi wajib SNI pada air kemasan telah berjalan dengan baik. Sebab SNI 3553:2015 telah menetapkan persyaratan mutu, cara uji, pengambilan contoh, dan juga syarat penandaan dari produk air mineral dalam kemasan.

Dari sisi substansi air dalam kemasan, BSN telah menyusun klasifikasi yang amat jelas, yakni air yang mengandung mineral dalam jumlah tertentu, baik tanpa menambahkan mineral, dengan atau tanpa penambahan oksigen (O2), maupun karbon dioksida (CO2).

BSN juga menerapkan 27 kriteria pengujian kelayakan konsumsi air mineral, di antaranya tidak berbau, rasa normal, warna maksimal 5 Unit Pt-Co, serta kekeruhan maksimal 1,5 NTU. Menurut ketentuan BSN, apabila dalam persyaratan mutu yakni kriteria uji melebihi ambang batas yang ditentukan dalam SNI, maka produk tersebut dipastikan tidak lolos pengujian.

Misalnya, kandungan Besi (Fe) ditentukan maksimal 0,1 mg/L dan Timbal (Pb) maksimal 0,005 mg/L. Namun jika diperiksa ternyata melebihi dari angka tersebut, produk air mineral tidak memenuhi uji SNI. Selain SNI air mineral, BSN juga telah menetapkan SNI yang termasuk dalam kategori AMDK yaitu SNI 6242:2015 Air mineral alami; SNI 6241:2015 Air demineral; SNI 7812:2013 Air minum embun.

Dari sisi pengemasan, air minum—baik dalam bentuk gelas atau botol plastik—juga wajib melalui pemeriksaan parameter uji sesuai dengan ketentuan Permenperin No. 26/2019. Berdasarkan data per 2020, dari 546 merek yang terdaftar, BSN telah menetapkan 13.376 SNI dan 11.106 di antaranya masih aktif hingga tahun lalu.

Berkaca pada data, fakta, dan proteksi yang diberikan oleh pemerintah, Trubus meyakinkan publik untuk tidak meragukan kualitas air mineral pada kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat. Yang perlu dioptimalisasi, kata dia, adalah aspek pengawasan air minum kemasan galon yang tidak memenuhi standar pemerintah, atau bahkan tidak memiliki izin operasi, seperti air galon isi ulang ilegal yang dioperasikan UMKM tidak berizin.

“Selama pandemi ini relatif pengawasan kurang dan sekarang harus digencarkan lagi. Banyak muncul air galon yang SNI-nya diragukan, seharusnya itu pengawasannya ketat dan semua pelanggar dilakukan penindakan,” ujarnya.

Menurut Trubus, pemerintah perlu memprioritaskan standar mutu dari produk air kemasan tersebut. Terlebih, dewasa ini banyak pelaku usaha skala kecil yang masuk ke bisnis air minum isi ulang. Celakanya, tidak sedikit pebisnis air minum isi ulang yang mengabaikan ketentuan SNI.

Oleh sebab itu, menurutnya BPOM harus cermat dan teliti dalam menyusun kebijakan yakni dengan menggencarkan penegakan hukum SNI serta memberikan jaminan standar mutu air minum, bukan label kemasan dalam produk tersebut.

“Sekarang yang beredar banyak tidak ada SNI, sehingga menyebabkan air galon standar mutunya tidak bagus. Itu yang harus diawasi karena penggunaan air galon sudah meluas tidak hanya perkotaan,” katanya.

Pakar Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) Ahmad Zainal menjelaskan, penggunaan polikarbonat dalam kemasan bukan barang baru di Indonesia. Bahan ini telah dimanfaatkan oleh industri sejak berpuluh-puluh tahun silam. Soal rencana BPOM melakukan pelabelan BPA pada kemasan galon isi ulang, secara konkret dia menyarankan lembaga itu untuk mengintegrasikan pelabelan BPA ke dalam SNI yang telah disusun oleh Kementerian Perindustrian.

Menurutnya, penyempurnaan kebijakan pelabelan melalui perubahan SNI ini lebih tepat serta memberikan kepastian hukum bagi pelaku bisnis di Tanah Air. Tak hanya itu, integrasi antara pelabelan dengan SNI juga akan mampu meredam kecurigaan publik perihal adanya muatan tertentu dari kebijakan BPOM yang hanya menyasar galon guna ulang berbahan polikarbonat dan produsen air mineral besar.

“Kalau logo SNI mencakup soal BPA ini lebih bagus. Jadi tidak terlalu banyak label dan SNI lebih kuat,” ujarnya. Zainal juga mengingatkan kepada masyarakat mengenai keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyatakan bahwa kabar mengenai bahasa risiko kesehatan BPA pada kemasan air berbahan polikarbonat sebagai disinformasi.

Sementara itu dari sisi regulator, Asisten Deputi Penguatan Pasar Dalam Negeri Kemenko Bidang Perekonomian, Evita Mantovani menegaskan SNI menjadi acuan kunci dalam hal kemasan dan keamanan barang konsumsi, termasuk air mineral galon guna ulang.

Oleh sebab itu, menurutnya BPOM tetap harus mengacu pada ketentuan tersebut. Seandainya hendak menyusun regulasi terpisah pun seharusnya tetap melekat pada ketentuan mengenai SNI.

“Sekarang mengenai kewenangan, BPOM terkait dengan pangan dan SNI itu letaknya di Kementerian Perindustrian. Bukan hal yang tidak mungkin untuk bisa disinergikan,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Kementerian Perindustrian menyarankan kepada BPOM untuk lebih bersikap adil yakni dengan menerapkan pelabelan BPA tidak hanya pada air minum kemasan galon guna ulang. Hal ini ditujukan untuk memberikan kepastian bisnis serta meminimalisasi munculnya dugaan diskriminasi melalui regulasi.

“Tentunya, regulasi harus bersifat umum terkait dengan kemasan plastik. Karena, masing-masing kemasan ada kelebihan dan kekurangannya,” kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.