Kinerja Kuartal I Pertumbuhan Industri Minuman Ringan Anjlok di Angka -4%

Mengawali tahun 2017, Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) merilis data yang menerangkan hasil negatif. Per kuartal 1 Industri minuman ringan mengalami pertumbuhan volume penjualan minus 3 sampai 4 persen. Penurunan angka penjualan tersebut merata di enam kategori minuman ringan yakni minuman dalam kemasan, minuman berkarbonasi, minuman teh siap saji, minuman jus dan sari buah, minuman kopi dan susu serta minuman isotonic.

Industri Minuman Ringan
Merek-merek minuman ringan yang beredar di Indonesia. (Foto: Lia/Majalah Marketing)

Ketua ASRIM, Triyono Pridjosoesilo mengungkapkan sepanjang lima tahun terakhir industi minuman ringan tanah air memang stagnan bahkan cenderung terus menurun. Padahal menurutnya sektor industri ini sangat potensial, bukan hanya karena kondisi demografis Indonesia dengan lebih dari 250 juta penduduk, melainkan juga karena kontribusi kepada PDB nasional yang hampir mencapai  33 persen terhadap GDP sektor industri non-migas. Menurut Tri ada dua faktor yang mempengaruhi penurnan tersebut, yakni konsumen dan regulasi.

“Faktor konsumen berupa daya beli konsumen dan persepsi. Ada perubahan persepsi yang terbentuk di masyarakat terhadap minuman ringan saat ini karena pengaruh sosial media. Bisa juga campaign negatif karena persaingan bisnis. Selain itu daya beli juga tertahan. Konsumen sekarang melihat minuman ringan bukan sebagai utama melainkan teralihkan oleh kebutuhan akan hal lain,” ungkap Tri.

Dia bertutur belakangan ramai beredar di masyarakat mengenai isu negatif mengenai minuman ringan. Sebut saja kandungan gula rafinasi sebagai pemicu diabetes pada minuman berkarbonasi, atau ada juga berita miring perihal kopi instan yang diklaim berisi campuran yang bukan kopi. Hal ini tidak dipungkiri berbarengan dengan meningkatnya gaya hidup sehat sehingga konsumen jauh lebih kritis akan apa yang mereka konsumsi. Meskipun persepsi negatif tersebut tidak bisa dipukul rata bagi semua jenis minuman ringan yang beredar dipasaran. Di sisi lain, faktor regulasi yang dianggap menyulitkan produsen juga mendorong mandeknya angka pertumbuhan misalnya ; cukai pada kemasan plastik yang berimbas pada harga jual serta belum jelasnya kebijakan mengenai pasar lelang gula rafinasi.

“Industri  minuman ringan sebenarnya sangat prospektif, bahkan untuk 10 tahun ke depan. Akan tetap pasar ini sangat rentan dan perlu iklim bisnis yang kondusif dari pemerintah, produsen asosiasi serta konsumen.,” paparnya.

Beberapa upaya menjawab tantangan tersebut, menurutnya bisa diwujudkan melalui edukasi yang menyeluruh mengenai persepsi dari minuman ringan itu sendiri dari pihak-pihak yang terkait. Sehingga informasi yang tersebar di masyarakat bernar-benar faktual dan tidak simpang siur yang berakhibat menurunnya angka penjualan. Meski demikian, Tri tetap optimistis pada momen Hari Raya Idul Fitri angka penjualan bisa naik hingga 30 persen. Sementara di akhir tahun 10-15 persen.

Angelina Merlyana Ladjar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.