Polygon: Komunitas adalah Strategi Marketing Kami

Komunitas merupakan aset penting bagi perusahaan. Mengabaikan keberadaan mereka bukanlah sebuah langkah yang cerdas. Bagaimana Polygon merangkul komunitas untuk mendongkrak omzet?

Peter Mulyadi, GM Marcomm and E-Commerce PT Insera SenaTren bersepeda kini semakin banyak diminati. Entah karena didorong kesadaran mengurangi polusi udara atau sekadar menyalurkan hobi. Yang jelas, kini semakin banyak orang ingin bersepeda.

Sekarang ini, kegiatan bersepeda tidak hanya dilakukan pada hari libur, tapi sudah banyak dari mereka yang berangkat ke kantor dengan nge-gowes. Dari mereka lah muncu komunitas-komunitas pengguna sepeda, salah satunya Bike to Work (B2W).

Sulit memungkiri kenyataan bahwa komunitas merupakan aset penting bagi perusahaan dalam bisnis apapun. Mengabaikan keberadaan mereka bukanlah sebuah langkah yang cerdas. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.

Pasalnya, komunitas memberi dorongan besar bagi bisnis, seperti memberikan word-of-mouth, dan juga feedback bagi perusahaan. Tak heran bila banyak perusahaan yang rela membayar mahal demi kehadiran sebuah komunitas.

Pentingnya peran komunitas, baik yang terbentuk secara offline maupun online, telah disadari oleh banyak perusahaan, termasuk Polygon. Polygon paham betul betapa pentingnya peran komunitas dalam bisnis. Hal itu terlihat dari strategi bisnisnya yang merujuk pada komunitas.

“Komunitas adalah strategi marketing kami,” tutur Peter Mulyadi, GM Marcomm and E-Commerce PT Insera Sena.

Komunitas yang pertama kali diajak berkolaborasi oleh Polygon adalah Bike to Work. Komunitas satu ini dianggap memiliki kesamaan visi dengan perusahaan, yakni memasyarakatkan bersepeda di tengah masyarakat. Banyak kolaborasi yang dilakukan keduanya untuk menghadirkan produk-produk terbaik, tidak hanya sepeda, namun juga pernak-perniknya.

Keseriusan Polygon dengan komunitas terlihat dari bagaimana Polygon memperlakukan komunitas itu sendiri. Polygon menempatkan orang-orangnya di komunitas Bike to Work, begitu pun sebaliknya.

polygonKomunitas Bike to Work bukanlah satu-satunya komunitas yang dirangkul Polygon. Mereka juga merangkul komunitas-komunitas yang lebih kecil, komunitas di daerah, dan komunitas korporat – seperti Ancol, Universitas Indonesia, Garuda Indonesia, IPB, dan banyak yang lainnya.

“Komunitas itu perlu identitas untuk menunjukkan eksistensi. Itu yang kami wadahi,” lanjut Peter.

Experience merupakan hal yang selalu ditawarkan Polygon kepada konsumennya. Pasalnya, menurut Peter, kita tidak hanya berjualan sepeda tapi kita adalah komunitas korporat. kita meng-custom-nya, dan itu disambut baik oleh mereka karena mereka ingin jati diri.

Hadir Tak Ubahnya Keluarga

Istilahnya, di marketing kita harus memberikan added value, dan experience adalah added value yang diberikan Polygon terhadap pelanggannya. “Kami tidak hanya berjualan sepeda, tapi juga menjual gaya hidup bersepeda. Itu telah menjadi fokus marketing kami sejak 2001 lalu,” lanjut Peter lagi.

Polygon merupakan perusahaan sepeda paling interaktif dan aktif mengikuti kegiatan Car Free Day (CFD). Di sana Polygon memberikan free service, hingga jualan. “Kami benar-benar hadir di tengah pelanggan. Kami sudah seperti keluarga sendiri di sana,” terang Peter.

Peter bercerita, Polygon memiliki armada dari teman-teman Polygoners – sebutan bagi para pecinta sepeda Polygon. Mereka berkeliling untuk menolong teman-teman yang bermasalah di sepanjang jalan CFD. Polygon melibatkan komunitas Polygoners ini.

Atas segala upaya yang dilakukan tak heran jika Polygon meraih Top Brand Award selama tujuh tahun berturut-turut dan pada dua tahun terakhir ini menjadi market leader. “Kita masih top of mind, 86% dari mereka akan merekomendasikan merek Polygon ke yang lain. Tahun lalu, penjualan kami meningkat sekitar 5%,” Peter menerangkan.

“Menggayahidupkan” sepeda

Masih ingatkan Anda dengan iklan nyeleneh Polygon tentang orang nikah naik sepeda tahun 2001? Ya, itu adalah langkah awal Polygon untuk “menggayahidupkan” bersepeda. Setelah iklan tersebut, Polygon kemudian meng-upgrade showroom sepeda agar tampil lebih modern.

Polygon mengembangkan jalur distribusi dengan membangun retail store bernama Rodalink. Melalui Rodalink, Polygon berusaha mengedukasi pasar dengan mengenalkan konsep baru dalam berbelanja sepeda yang mampu mengubah paradigma pasar dari yang awalnya toko sepeda itu kumuh, gelap, dan kotor menjadi swalayan yang bersih, ber-AC dan nyaman untuk berbelanja. “Di sini kami adalah pelopor,” tegas Peter.

Tidak sampai di situ, Polygon pun terus melengkapi seluruh kebutuhan pesepeda dengan pernak-pernik yang fashionable, mulai dari jersey, kacamata, helm, sepatu dan banyak lagi. “Orang naik sepeda itu bukan tidak punya uang tapi pilihan. Itu yang terus kami komunikasikan,” lanjut Peter.

Hal terakhir yang dilakukan Polygon untuk menjadikan bersepeda sebagai gaya hidup adalah dengan event. “Kita menunjukkan gaya hidup bersepeda, ternyata bersepeda itu asyik lho. Itu yang terus kita kembangkan sampai sekarang,” tegas Peters.

Ingin lebih terhubung

Tahun ini, Polygon ingin lebih terhubung dengan para pelanggannya. Polygon ingin mengetahui lebih dalam tentang pelanggannya, dan berusaha memenuhi kebutuhan mereka. Untuk itu new media akan menjadi salah satu fokus Polygon tahun ini.

“Kami tidak hanya berjualan, perancang kami adalah pesepeda. Polygon itu otentik, memang orang sepeda yang menciptakan sepeda untuk pesepeda. Ada koneksi dan mengerti istilah-istilah sepeda,” ungkap Peter.

Bagi Peter, komunitas sangat membantu dalam selling. Tahun ini, Polygon menargetkan pertumbuhan sebesar 10%. Caranya dengan membenahi hubungan dengan pelanggan, supaya terjadi koneksi yang lebih baik. Semoga berhasil! (Cecep Supriadi)

Artikel ini pertma kali terbit di Majalah Youth Marketers edisi 04 Februari 2014. Anda bisa melihat versi aslinya di sini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.